REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) mengingatkan pemerintah berhati-hati dalam membuat kebijakan di sektor industri hulu plastik. Pasalnya saat ini plastik merupakan salah satu komiditi strategis di Indonesia.
"Pemerintah jangan mengulagi kesalahan kebijakan gula, dalam membuat kebijakan industri hulu plastik," kata Ketua Umum DPP HIPPI Suryani Sidik F. Motik dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (09/07).
Yani mengatakan kebutuhan plastik di Indonesia sangat tinggi. Hampir seluruh industri dalam negeri membutuhkan bahan baku plastik. Untuk tahun 2015 saja kebutuhan bahan baku industri plastik dan barang dari plastik mencapai 4,28 juta ton.
Pengguna terbesarnya adalah industri makanan dan FMCG (Fast moving consumer goods) yang mencapai 60%.
Sayangnya, pemenuhan kebutuhan plastik dari indurstri dalam negeri hanya mencapai 2,5 juta ton.
Ia mendesak pemerintah memperkuat industri hulu plastik dalam negeri. Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dinikmati oleh industri dalam negeri.
"Jika tidak, maka prediksi Bank Dunia bahwa pertumbuhan ekonomi nasional menurun, kemungkinan besar terwujud," jelasnya.
Pasalnya, kata Yani, jika pemerintah tidak memperkuat industri hulu plastik, maka impor plastik dipastikan semakin melonjak.
Akibatnya, neraca perdagangan komoditas plastik nasional mengalami defisit. Padahal disisi lain, anggaran pemerintah masih cukup melimpah yang diakibatkan lambannya penyerapan anggaran hingga triwulan I-2015.
"Itu artinya, keterkaitan antara keberpihakan pemerintah dengan industri hulu plastik terhadap perekonomian nasional, sangat kuat. Dan bila perlu, pemerintah dapat memperkuat Tim Ekonomi-nya untuk memastikan adanya penguatan dan keberpihakan terhadap industri hulu plastik nasional," ujarnya.
Edi Rivai dari Indonesian Olefin and Plastic Industri Association (INAplast) menyebutkan minimnya produk plastik dalam negeri menyebabkan aktivitas impor meningkat bahkan melebihi kebutuhan. Data Pemerintah mencatat, volume impor baku plastik polypropylene (PP) dan Polyethylene (PE) cukup tinggi yaitu sebanyak 2,93 juta ton.
Menurutnya, meskipun Indonesia sudah mampu memproduksi PP dan PE, namun volume impor ini diperkirakan akan terus meningkat karena bea masuk (BM) bahan baku plastik PP dan PE yang sudah 'nol' persen (dari ASEAN) dan 10% dari Non FTA dan ASEAN.
Edi menambahkan besarnya volume impor juga disebabkan oleh adanya kebijakan pembebasan bea masuk lainnya yang diberikan oleh Pemerintah kepada industri plastik hilir seperti master list, Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) serta kemudahan impor tujuan eksport (KITE).
BPS menunjukkan bahwa impor plastik pada periode 2012 sebesar 2,22 milliar USD dan tahu 2013 meningkat menjadi 2,48 Miliar USD. Untuk tahun 2015 sudah dapat dipastikan nilai impor plastik akan lebih besar lagi.
Pengamat ekonomi Benny Sutrisno menyatakan bahwa industri plastik memainkan peran yang cukup besar dalam perekonomian Indonesia. Dia menyebutkan bahwa kekuatan industri plastik nasional berjumlah 925 perusahaan yang memproduksi berbagai jenis produk. Perusahan-perusahaan tersebut menyerap tenaga kerja sebanyak 37.327 orang dan dapat memproduksi sebesar 4,68 juta ton.