Kamis, 18 Februari 2016

BBM Berbahan Baku Sampah Plastik Tangerang Segera Diproduksi

Liputan6.com, Tangerang - Tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing, Kota Tangerang, bakal dimanfaatkan sebagai alternatif Bahan Bakar Minyak (BBM) setelah alat pirolisis bantuan Kementerian ESDM selesai dirakit. Alat tersebut akan beroperasi pada Februari mendatang.

Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Tangerang Ivan Yudianto mengatakan, alat tersebut merupakan teknologi generasi ke-12 yang berasal dari India. Bantuan itu sebagai tindak lanjut penunjukan Tangerang sebagai percontohan Kementerian ESDM.


"Awalnya, kami mengajukan ke kementerian untuk menerapkan teknologi pengolah sampah menjadi sumber energi terbarukan. Ternyata disetujui dan dipilihlah alat ini untuk diuji coba di kita," kata Ivan, Rabu (13/1/2016).

Menurut Ivan, alat tersebut dibeli melalui lelang oleh kementerian dengan anggaran Rp 15 miliar dari kantong APBN. Pihaknya telah menyiapkan lahan dan bangunan seluas 1000 meter persegi sebagai tempat pengoperasiannya.
Baca Juga
  • Tulang Ekor Miring 45 Derajat, Bocah Dafa Tak Bisa Berdiri
  • Kronologi 'Pemukulan' Camat Tanah Abang Versi Paspampres
  • Limbah Oli Cemari Saluran Drainase Kota Bitung
"Bangunan sudah ada, tinggal mesin reaktornya yang sedang diimpor dari India. Kalau sudah datang, tinggal dipasang dan dioperasikan saja," ujar Ivan.

Bila sudah beroperasi nanti, pirolisis bisa menghasilkan sekitar 3.000 liter BBM berkapasitas 60 ton sampah plastik.  Ivan menerangkan, "Kalau kita lihat, sampah yang dibuang ke TPA sekitar 1.000 ton per hari. Sampah plastiknya sekitar 30 persen atau 300 ton per hari. Jelas, bisa mengurangi beban kita."

Sekretaris DKP Kota Tangerang Sugiharto Ahmad Bagja mengatakan, selain menunggu alat, pihaknya juga menunggu regulasinya untuk menentukan siapa yang mengelola dan akan diapakan BBM tersebut. Kesiapan itu penting, kata dia, agar jelas pemanfaatan BBM yang dihasilkan.

"Kalau misal BBM-nya mau dijual, kan harus ditentukan harga per liternya berapa atau mau dimanfaatkan untuk kendaraan operasional pemerintah. Itu harus dibuat regulasinya dulu oleh Kementerian ESDM. Kalau pusat maunya nyerahin saja, tapi kita belum siap, gimana?" ujar Sugiharto setengah bertanya.